وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: «اُنْظُرُوا إلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْكُمْ، وَلَا تَنْظُرُوا إلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ، فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لَا تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ» . مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Lihatlah kepada orang yang keadaannya berada di bawahmu dan janganlah engkau melihat orang yang keadaannya di atasmu, karena yang demikian itu lebih patut sehingga engkau tidak menganggap kecil nikmat Allah yang diberikan kepadamu." (Muttafaq Alaih)
[shahih, Al-Bukhari (6490) dan Muslim (2963)]
Tafsir Hadits
Hadits ini menganjurkan seorang hamba agar senantiasa mensyukuri nikmat Allah Ta'ala. Maksud orang yang di bawahmu adalah dalam urusan dunia. Seperti melihat orang yang menderita sakit, lalu ia bandingkan dengan dirinya yang masih diberi kesehatan. Ia perhatikan orang cacat seperti buta, tuli dan bisu, lalu ia lihat dirinya yang masih sempurna tidak ada satu cacat pun pada tubuhnya. Ia lihat kepada orang yang sangat cinta kepada dunia dan perhiasannya sehingga ia enggan memberikan hak-hak orang lain yang seharusnya wajib ia berikan. Dengan demikian ia mengetahui bahwa dirinya lebih baik dalam memberikan hak orang lain ketimbang orang tersebut. Ia juga mengetahui walau dirinya yang sederhana dan memiliki harta yang sedikit memiliki nilai lebih dibanding orang tersebut. Ia lihat orang yang tertimpa kefakiran dan menderita hutang melilit pinggang, sehingga ia mengetahui bahwa dirinya terlepas dari dua perkara tersebut dan dapat merasakan kenikmatan apa yang telah dianugerahkan oleh Allah kepada dirinya. Betapapun besar cobaan dunia, baik cobaan itu berupa kesenangan maupun kesengsaraan, tidak ada satu cobaan pun, kecuali ada orang yang menderita cobaan yang lebih berat daripada cobaan yang ia derita. Dengan demikian ia dapat menghibur dirinya dan lebih bersyukur kepada Allah karena ia tidak menderita seberat penderitaan yang dialami oleh orang lain.
Dalam urusan keagamaan ia harus melihat ke atas, yaitu kepada orang yang memiliki kualitas agama yang lebih tinggi. Dengan demikian, ia mengetahui betapa dirinya masih belum sungguh-sungguh dalam melaksanakan agamanya.
Cara memandang yang pertama akan menimbulkan rasa syukur kepada Allah Ta'ala dan cara memandang yang kedua dapat menimbulkan perasaan malu kepada Allah sehingga membukakan kembali pintu taubat dan penyesalan atas maksiat yang telah ia lakukan. Yang pertama menimbulkan perasaan puas terhadap nikmat yang telah dianugerahkan Allah kepada dirinya dan yang kedua menimbulkan perasaan malu di hadapan Allah.
Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu bahwasanya! Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
«إذَا نَظَرَ أَحَدُكُمْ إلَى مَنْ فُضِّلَ عَلَيْهِ فِي الْمَالِ وَالْخَلْقِ فَلْيَنْظُرْ إلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْهُ»
“Apabila salah seorang di antara kalian melihat seorang yang memiliki harta dan anak lebih banyak daripada dirinya, maka lihatlah kepada orang yang ada di bawahnya.”
[سبل السلام]
0 Response to "Syukur dan Malu Terhadap Allah"
Posting Komentar